Kain tenun
merupakan jenis kain yang terbuat dari anyaman benang vertikal atau disebut benang
lungsi, dengan benang horizontal atau disebut benang pakan. Proses menenun
merupakan proses pembuatan kain dari persilangan dua set benang dengan cara
memasuk-masukkan benang pakan secara melintang pada benang-benang lungsi.
Sebelumnya, benang-benang lungsi dipasang sejajar satu sama lain di alat tenun
sesuai lebar kain yang diinginkan. Proses ini disebut penghanian. Satu persatu
benang lungsi dipegang oleh alat tenun sementara benang pakan dimasukkan secara
melintang diantara helaian benang lungsi.Dari cara pembuatan ragam hias atau
motif, dapat dibedakan atas dua jenis yakni:
1. Tenun
ikat, pembuatan motif dengan cara mengikat bagian tertentudengan benang
kemudian dicelupkan pada pewarna. Apabila yang diikat adalah benang lungsi maka
disebut tenun ikat lungsi, apabilayang dicelupkan benang pakan maka disebut
tenun ikat pakan. Apabila keduannya diikat dan dicelupkan maka disebut tenun
ikat ganda.
2.
Kain songket, pembuatannya sama
seperti tenun ikat tetapi ada penambahan benang emas atau perak dengan
menyisipkan diantara benang lungsi dan benang pakan yang diungkit menggunakan
alat tenun.Istilah ‘songket’ dapat pula dilihat dari proses penenunannya,
dimana benang dimasukkan ke dalam longsen dan kemudian diterima atau
disongsong. Dapat pula dilihat dari kata tusuk atau cukit, kemudian kainnya
disebut sukkit dan lama-kelamaan disebut songket.
Bahan Baku Kain Tenun Songket
Bahan baku kain
tenun songket terdiri atas benang emas, benang perak, benang sutera dan benang
kapas atau benang super. Benang emas adalah benang berwarna keemasan yang
memberikan aksentuasi bagi tampilan songket. Benang emas inilah yang digunakan
untuk membentuk motif dengan warna keemasan pada kain songket. Benang emas
dahulu diperoleh dari India, namun saat ini kebanyakan para perajin membeli benang
emas dari Singapura. Jenis benang emas sendiri beragam, jika dilihat dari merk,
yang umum dipakai adalah Sartibi, Maksmilon, dan Jeli. Adapun benang emas yang
lain yang warna keemasannya lebih cerah dinamakan benang emas Kristal. Motif
yang dihasilkan dari benang emas Kristal ini otomatis lebih terlihat dan
menonjol dibanding dengan benang emas jenis lain. Ada pula benang emas yang
bernilai lebih tinggi, yaitu benang emas pada Songket Jantung. Benang emas pada
Songket Jantung menyerupai kawat yang berkontur lemas. Warna emasnya didapat
dari pencelupan benang ke dalam larutan bubuk emas murni. Sekarang, benang
jenis ini tidak diproduksi lagi. Benang pakan yang biasa dipakai adalah benang
super dan benang sutera. Bahan super adalah sejenis katun, tetapi tekstur dan
seratnya sedikit berbeda. Sutera memiliki kualitas yang lebih tinggi dibanding
super. Harga benang sutera pun lebih tinggi dibanding benang lain. Ada pula
benang koyor, yang teksturnya lebih lemas. Namun benang jenis ini sudah tidak
digunakan lagi karena tekstur yang terlalu lemas, sehingga hasil tenunan kurang
optimal.
Proses Pewarnaan Benang
Pada awalnya
benang berwarna polos, kemudian benang diberi pewarna sesuai keinginan.
Biasanya yang digunakan pewarna dari alam, saat ini telah banyak menggunakan
zat pewarna khusus tekstil. Benang super maupun sutera yang sudah dijalin
dicelupkan ke dalam zatpewarna yang tengah direbus sekitar 1 jam agar zat warna
merata dan meresap ke dalam pori-pori benang.Setelah direbus, sambil
ditekan-tekan dan dibalik dalam jerangan, benangini kemudian dicuci dengan air
bersih. Tujuannya untuk menjaga agar pewarnaan rata dan menghindarkan
kemungkinan warna luntur. Kemudian benang dijemur dengan diangin-anginkan saja,
tidak langsungterkena sinar matahari agar benang tidak mudah rapuh. Khusus
untuk pewarnaan songket limar, menggunakan dua teknik, yaitu:
1.
Teknik Ikat. Benang putih polos
diikat dengan bahan kedap air, dahulu bahan yang digunakan adalah sejenis
rosela, namun sekarang menggunakan bahan plastik. Benang yang beberapa
bagiannya sudah diikat, dicelupkan ke dalam pewarna dengan teknik perebusan
yang sama. Setelah dikeringkan, bagian yang telah berwarna diikat, sedangkan
bagian yang masih berwarna putih dicelup lagi ke dalam pewarna lain. Namun jika
menginginkan warna putih, maka bagian tersebut dibiarkan.
2.
Teknik Cecep. Pada proses
pen-cecep-an, jalinan benang putih direntang di atas semacam alas yang terbuat
dari kayu yang disebut pemidangan. Pencecep membuat pola warna sesuai dengan
keinginan. Pola ini menempatkan beberapa warna di jalinan benang secara
berselang-seling kemudian mengoles dan menekan-nekankan warna hingga rata di
jalinan benang. Untuk mencecepkan warna itu, dipakai bambu yang dipotong dan
diserut menjadi bentuk stik, disebut dengan gelekan. Bagian ujung potongan
bambu ini dibungkus semacam kain untuk menyerap zatpewarna. Teknik inilah yang
disebut dengan cecep.Pewarnaan kain tajung atau limar dengan teknik ikat maupun
cecep, sekaligus merupakan proses mendesain motif. Lewat pola warna yang
dibuat, motif kain akan tercipta dengan sendirinya. Usai pencelupan atau
pencecepan dengan zat pewarna tekstil, jalinan benang diangin-anginkan. Setelah
kering, barulah dilakukanpencucian sebanyak dua kali. Pertama dicuci dengan zat
kimia khusus tekstil, kedua dicuci dengan air bersih. Setelah itu
diangin-anginkan kembali.Khusus untuk kain limar, pewarnaannya dengan
menggunakan kesumba dan dapat dilakukan tanpa harus dicuci dengan zat kimia. Penjemuran
pun dapat dilakukan langsung di bawah sinar matahari. Benang yang telah kering
baik dicelup atau dicecep, selanjutnya digulung ke pani, untuk kemudian
digulung ke tempat pakan dan diteruskan ke proses pen-cukit-an.
Proses Pembuatan Kain Tenun Songket
Sebuah kain
songket biasanya dapat diselesaikan dalam waktu 3 hari, tetapi untuk kain tenun
songket dengan motif-motif yang rumit dan penuh dengan benang emas membutuhkkan
waktu penyelesaian sampai dengan satu atau tiga bulan.Alat tenun tradisional
yang digunakan disebut gedogan , selain itu ada pula Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM).
Gedogan terdiri atas beberapa bagian yakni cacak, dayan, apit, por, tumpuan,
beliro, suri, dan bagian lainnya.
Penenun dengan Gedogan
Berikut ini
penjelasan dari bagian-bagian yang terdapat pada gedogan:
1.
Cacak terdiri atas dua tiang tempat dayan
diletakkan
2.
Dayan merupakan sekeping papan
yang digunakan untuk menggulung benang lungsen. Biasanya, jenis kayu yang
dipakai sebagai bahan pembuat dayan berupa kayu yang kuat dan awet tetapi tidak
terlalu berat, serupa meranti. Jumlah helai benang yangditempatkan di dayan
akan menentukan apakah songket yang dihasilkan kelak berupa kain ataukah
selendang.
3.
Apit berfungsi sebagai penggulung
benang yang sudah ditenun menjadi kain, yang terletak di bagian depan penenun.
Apit digunakan pula untuk menahan longsen dari dayan. Ujung longsen“direkatkan”
ke apit dengan bentang yang sama dengan bentang longsen di pangkal dayan.
Dayan
4.
Apit berfungsi sebagai penggulung
benang yang sudah ditenun menjadi kain, yang terletak di bagian depan penenun.
Apit digunakan pula untuk menahan longsen dari dayan. Ujung longsen“direkatkan”
ke apit dengan bentang yang sama dengan bentang longsen di pangkal dayan.
5.
Por atau lempaut. Bentuknya
melengkung yang berfungsi menahan benang lungsen. Alat ini ditahan dengan
bagian belakang penenun. Ukuran por sekitar 75 cm, berbentuk pipih melengkung
dan melebar pada bagian tengahnya untuk menyesuaikan dengan tubuh penenun,
sehingga penenun lebih nyaman dalam menjalankan aktivitasnya. Apabila alat ini
dilepas maka benang pakan yang sudah disusun di dayan menjadi kendor. Di bagian
kanan dan kiri por diikatkan seutas tali yang dihubungkan dengan apit. Di ujung
kedua por terdapat semacam bendulan yang berguna untuk mengikat atau mengaitkan
tali dari kayu penahan di ujung longsen. Por umumnya dibuat dari kayu nibung.
6.
Tumpuan, merupakan penahan kaki
penenun.
7.
Beliro yaitu berupa kayu pipih
yang digunakan untuk merapatkan benang pakan. Beliro dihentakkan agar benang
pakan dan benang emas dapat menyatu dengan benang pada lungsen. Beliro biasanya
dibuat dari kayu unglen, dan ada pula yang menggunakan nibung, karena kayu
pipih ini harus berat supaya hasil hentakkannya kuat sehingga bisa menyatukan
benang dengan rapat. Kayu pembuat beliro juga harus berkualitas baik, agar saat
bergesekan dengan benang tidak sampai merubah warna atau kualitas benang
tersebut. Beliro disebut juga alat sentekan (nyentek berarti memukul dengan
cara menarik ke belakang).
8.
Suri berfungsi untuk menyisir
benang pakan supaya hasil tenunannya rapat. Suri memiliki arti sisir, dalam
bahasa Palembang. Alat ini memang menyerupai sisir dengan kedua ujungyang
ditutup. Kerapatan bilah-bilah suri menentukan kualitas tenunan yang
dihasilkan. Bahan bilah suri terbuat dari bambu sepanjang kurang lebih 10 cm
dan diraut sangat halus. Kedua ujungnya kemudian “dijahit” satu sama lain,
untuk kemudian “diikat” dengan tangkupan dua bilah bambu atau belahan
rotan.Menurut kegunaannya, jenis suri terbagi menjadi dua, yaitu suri yang
dipakai untuk menenun kain dan suri untuk menenun selendang. Karena lebar kain dan
selendang berbeda, maka ukuran kedua suri tersebut juga berbeda. Suri untuk
kain berukuran 90 cm, sedangkan untuk selendang suri umumnya berukuran 45 x 60
cm.
9.
Gulungan untuk menahan keluar
masuknya benang pakan
10.
Nyincing atau cucuk karap,
berfungsi untuk membuka benang agar benang lungsen tetap dan teratur letaknya.
Penyicing dipakaiuntuk mengangkat di jalinan lungsen sesuai dengan motifnya.
Alat ini terbuat dari rotan atau bambu betung yang diserut. Benang gun yang
dijalin di antara lungsen sebagai hasil cukitan, ditempatkan. Saat akan
memasukkan benang pakan atau benang emas, penyicing diangkat, sehingga
pemasukkan benang sesuai dengan alur motif.
11.
Pelipiran berfungsi untuk
membantu membuat motif dengan cara membuka benang lungsen sebelum dimasuki
benang pakan. Pelipiran disebut juga anak beliro, karena bentuknya yang mirip
tetapi ukurannya lebih kecil dan lebih tipis. Alat ini biasanya terbuat dari
bahan kayu yang ringan, seperti kayu pulai atau tripleks.
12.
Lidi-lidi atau gun, berfungsi
untuk membuat motif kain tenun. Semakin banyak motif yang akan dibuat maka
semakin banyak lidi yang diperlukan.
Alat Bantu Lain
1.
Peting atau plenting yaitu
sepotong kayu yang digunakan untuk menggulung benang pakan. Penggulung benang
ini berbentuk silinder dengan bagian pangkal kecil dan membesar di bagian
ujungnya. Panjangnya tidak lebih dari 30 cm. Teknik penggulunganbenang ke
piranti ini cukup unik, yaitu dengan mengikat ujung benang dari kelosan ke
peleting. Orang yang akan menggulung benang memegang pangkal peleting dalam posisi
pegangan longgar. Bagian tengah peleting diletakkan di paha, kemudian didorong
ke depan berulang-ulang dalam pola yang sama. Teknik ini dikenal dengan sebutan
nggilis. Hasil nggilis membuat gulungan benang menjadi rapi dan bagian
tengahnya menggelembung.
Penenun dengan Gulungan
Benang
Gulungan benang pakan di peleting kemudian
dimasukkan ke dalam bambu kuning satu ruas yang disebut sebagai kerompong.
Salah satu buku kerompong tertutup dan buku lainnya terbuka. Cara memasukkan
benangnya serupa dengan memasukkan pakan pendek ke jalinan longsen. Tabung
kerompong kemudian dilemparkan ke “ruang” yang terbuka oleh penyicing untuk kemudian disongsongkan sebelum
terjatuh.Benang emas cukup memakai peleting saja, tanpa kerompong, karena
penyusunan benang emas cukup dilakukan dengan menyusur di antara celah sesuai
alur motif yang dibentuk saat pen-cukit-an. Saat ini, peleting dibuat dari
jenis kayu apa saja. Ujung peleting dibentuk menyerupa pentul agar benang tetap
di posisinya saat digulung atau dimasukkan ke jalinan lungsen.
2.
Teropong
atau torak terbuat dari bambu dengan lobang di bagian tengah. Benang pakan yang
sudah digulung di peting dimasukkan ke dalam teropong.
3.
Rogan
atau penguluran terbuat dari bambu dengan bagian kaki terbuat dari kayu. Dahulu
dibuat dari bambu betung berbentuk seperti tabung, namun saat ini sudah agak
sulit ditemukan. Penenun sekarang lebih banyak menggunakan potongan balok kayu
yang lebih praktis. Rogan berfungsi untuk meletakan beliro dan pelipiran
sewaktu si penenun sedang menyisir untuk meluruskan benang lungsen. Potongan buku bambu ini diberi dua “kaki” untuk ditegakkan di atas
balok. Rogan ditempatkan di sisi penenun, sehingga beliro, penyicing dan buluh
penahan dapat langsung diluncurkan dari lungsen sampai “mendarat” di atasnya.
Tujuannya adalah agar penenun lebih mudah menemukan alat-alat yang dibutuhkan
untukmelanjutkan proses menenun. Di bagian
tengah ruas bambu yang mengarah ke penenun, dibuat semacam lubang memanjang
agar penenun dapat menyimpan potongan benang pakan atau benang emas. Potongan
benang yang disimpan di rogan biasanya digunakan untuk menyambung pakan panjang
yang putus. Di masa kini, penenun juga dapat menyimpan alat pemotong seperti
gunting
atau silet di dalam rogan.
4.
Undaran
berfungsi sebagai penggulung benang setelan proses pewarnaan. Di bagian tengah
potongan kayu yang dipasang bersilangan, dibuat semacam lubang yang longgar
lalu diberi semacam as sebagai pengikat, agar undaran dapat diputar
sesuai keinginan.
5.
Kelosan
dipakai untuk memindahakan benang pakan dari undaran, atau memindahkan benang
emas dari gulungan dalam kemasannya. Pada masa lalu, kelosan dibuat dari kayu,
namun kini agar lebih praktis, pemindahan benang dari undaran cukup dilakukan
dengan sebuah kaleng.
Teknik
Pembuatan
Kata cukit diambil dari teknik pembuatan, yaitu
dengan cara mencukit atau mencungkil benang. Alat yang digunakan untuk mencukit
dikenal sebagai duri landak, karena dahulu memang duri landak asli yang
digunakan. Sekarang, alat yang dipakai berupa bambu yang diserut menyerupai sumpit
atau bahan kawat.Pada masa lalu, desain motif untuk cukit digambar di atas
sehelai kain. Seiring perkembangan zaman, media gambar saat ini telah memakai
kertas. Gambar motif ini dikenal sebagai sutibilang. Benang pakan yang telah
digulung di pani, kemudian digulung di dayan. Dayan sering pula disebut papan
cukit karena susunan benang di papan itu juga dipakai saat dilakukan
pencukitan. Alat pendukung lain dalam proses mencukit adalah dua buah
pemipilan. Pertama, pemipilan panjang untuk memisahkan benang di lungsen yang
telah diatur alurnya sesuai dengan desain motif. Pemipilan kedua ukurannya
lebih kecil, dipakai untuk mempertahankan alur yang tercipta dari hasil
cukit-an. Setelah terbuat alur, pencukit kemudian memasukkan benang, yang
dikenal sebagai belebes, dengan bantuan lidi ke dalam alurcukit. Panjang benang pada lungsen diperuntukkan bagi penenunan tiga helai kain
atau selendang. Banyaknya benang yang dipakai untuk tenunan kain adalah
1.400-1700 helai. jumlah benang untuk selendang sebanyak 750-900 helai. Tiap
helai benang sudah dimasukkan ke suri sebelum dicukit. Saat berlangsung
pencukitan, bentuknya sudah menyerupai lungsen. Bedanya, saat itu lungsen masih
dalam bentuk “polos”.Selanjutnya di sela-sela helai lungsen, dimasukkan benang
nilon Jepang yang kemudian diikatkan ke lidi. Sembari memasukkan nilon,
pencukit melepas perlahan benang belebes. Ikatan nilon di lidi ini dikenal
dengan istilah gun. Pekerjaan serupa dilakukan secara berulang, sehingga
nantinya ada banyak lidi yang terpasang serupa tumpukkan dengan ikatan nilon
teruntai di sepanjang lidi. Banyaknya hasil cukitan ini tergantung pada motif
apa yang diinginkan. Gun berdampingan dengan gun seling mato, yaitu gun untuk
desain “daging” kain, tanpa benang emas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar